Search

Sekilas Tentang Penanganan Konflik Sosial

Sekilas Tentang Penanganan Konflik Sosial


Kali ini saya akan membahas UU nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. UU ini terdiri dari 62 Pasal dan sepuluh bab. Bab I tentang Ketentuan Umum terdiri dari Pasal 1 yang isinya terkait kumpulan pengertian yang mendukung dalam pemahaman UU ini.
Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan  yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang  mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.
Penghentian Konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.
Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa keluar dan/atau dipaksa keluar oleh pihak tertentu, melarikan diri, atau meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka dalam jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dari adanya intimidasi terhadap keselamatan jiwa dan harta benda, keamanan bekerja, dan kegiatan kehidupan lainnya.
Status Keadaan Konflik adalah suatu status  yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang tentang Konflik yang terjadi di daerah kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa.
Pranata Adat adalah lembaga yang lahir dari nilai adat yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat. Pranata Sosial adalah lembaga yang lahir dari nilai adat, agama, budaya, pendidikan, dan ekonomi yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.
Bab II tentang Azas, Tujuan, dan Ruang Lingkup yang terdiri dari Pasal 2 sampai Pasal 5. Pasal 2 menyebutkan bahwa Penanganan Konflik mencerminkan asas: a. kemanusiaan; b. hak asasi manusia; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kebhinneka-tunggal-ikaan; f. keadilan; g. kesetaraan gender;  h. ketertiban dan kepastian hukum; i. keberlanjutan; j. kearifan lokal; k. tanggung jawab negara; l. partisipatif;  m. tidak memihak; dan n. tidak membeda-bedakan. Pasal 4 menyebutkan bahwa Ruang lingkup Penanganan Konflik meliputi: a. Pencegahan Konflik; b. Penghentian Konflik; dan c. Pemulihan Pascakonflik.
Pasal 5 menyebutkan bahwa Konflik dapat bersumber dari: a. permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya; b. perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnis; c. sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi; d. sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau e. distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.  


Bab III tentang Pencegahan Konflik yang terdiri dari lima bagian dan dimulai dari Pasal 6 sampai Pasal 11. Bagian Kesatu tentang Umum terdiri dari Pasal 6. Pasal 6 menyebutkan bahwa Pencegahan Konflik dilakukan dengan upaya: a. memelihara kondisi damai dalam masyarakat; b. mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai;  c. meredam potensi Konflik; dan d. membangun sistem peringatan dini.
Bagian Kedua tentang Memelihara Kondisi Damai Dalam Masyarakat terdiri dari Pasal 7. Bagian Ketiga tentang Mengembangkan Sistem Penyelesaian Perselisihan secara Damai terdiri dari Pasal 8. Pasal 8 menyebutkan bahwa Penyelesaian perselisihan dalam masyarakat dilakukan secara damai. Bagian keempat tentang Meredam Potensi Konflik terdiri dari Pasal 9. Bagian Kelima tentang Membangun Sistem Peringatan Dini terdiri dari Pasal 10 dan Pasal 11.
Bab IV tentang Penghentian Konflik terdiri dari lima bagian dan dimulai Pasal 12 sampai Pasal 35. Bagian Kesatu tentang Umum terdiri dari Pasal 12 yang menyebutkan bahwa Penghentian Konflik dilakukan melalui:  a. penghentian kekerasan fisik; b. penetapan Status Keadaan Konflik;   c. tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban; dan/atau  d. bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI.
Bagian Kedua tentang Penghentian Kekerasan Fisik yang terdiri dari Pasal 13. Bagian Ketiga tentang Penetapan Status Keadaan Konflik terdiri dari Pasal 14 sampai Pasal 31. Pasal 14 menyebutkan bahwa Status Keadaan Konflik ditetapkan apabila Konflik tidak dapat dikendalikan oleh Polri dan terganggunya fungsi pemerintahan. Pasal 15 menyebutkan bahwa Status  Keadaan Konflik terdiri atas: a. skala kabupaten/kota; b. skala provinsi; atau c. skala nasional. Bagian Keempat tentang Tindakan Darurat Penyelamatan dan Pelindungan Korban yang terdiri dari Pasal 32. Bagian Kelima tentang Bantuan Penggunaan dan Pengerahan Kekuatan TNI yang terdiri dari Pasal 33 sampai Pasal 35.
Bab V tentang Pemulihan Pascakonflik terdiri dari empat bagian yaitu Pasal 36 sampai Pasal 39. Bagian Kesatu tentang umum terdiri dari Pasal 36 yang menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upaya Pemulihan Pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur. Bagian kedua yaitu Rekonsiliasi terdiri dari Pasal 37. Bagian Ketiga yaitu Rehabilitasi terdiri dari Pasal 38. Bagian Keempat yaitu Rekonstruksi terdiri dari Pasal 39.
Bab VI tentang Kelembagaan dan Mekanisme Penyelesaian Konflik yang terdiri dari tiga bagian dan dimulai dari Pasal 40 sampai Pasal 51. Bagian Kesatu tentang Kelembagaan terdiri dari Pasal 40. Bagian Kedua tentang Mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial terdiri dari Pasal 41. Bagian Ketiga tentang Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial terdiri dari Pasal 41 sampai Pasal 51.
Bab VII tentang Peran Serta Masyarakat yang terdiri dari Pasal 52. Pasal 52 menyebutkan bahwa Masyarakat dapat berperan serta dalam Penanganan Konflik. Peran serta masyarakat dapat berupa: a. pembiayaan;  b. bantuan teknis;  c. penyediaan kebutuhan dasar minimal bagi korban Konflik; dan/atau d. bantuan tenaga dan pikiran.
Bab VIII tentang Pendanaan yang terdiri dari Pasal 53 sampai Pasal 58. Bab IX tentang Ketentuan Peralihan terdiri dari Pasal 59. Bab X tentang Ketentuan Penutup terdiri dari Pasal 60 sampai Pasal 62.



Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sekilas Tentang Penanganan Konflik Sosial"

Posting Komentar