Search

Menjadi Observer Sambil Menjadi Aktor



Menjadi Observer Sambil Menjadi Aktor


Pada acara maiyah, ada pertanyaan yang sangat berat (menurut penulis J ) dari jamaah maiyah. Pertanyaannya adalah ketika kita sudah menjadi observer, apa lagi yang harus kita lakukan? apa tugas kita? Kemudian kenapa tuhan memilih saya untuk hidup?
Kemudian Mas Sabrang menjawab pertanyaan tersebut……..
Pertama, galau, kamu sudah bisa melihat tuhan dimana-mana. Biasanya nyuwun sewu, entah salah entah benar, biasanya hidup menjadi lebih hambar kemudian. Karena sudah menjadi observer. Ketika kamu sudah menjadi observer, kamu sudah tidak terlibat pada kejadian apapun, kamu hanya penonton. Kamu sudah tidak bisa merasakan sedih, tidak bisa merasakan senang, karena kamu melihat itu hanya sebagai sebuah kejadian seperti kamu sedang menonton film. Hanya kejadian yang ada di luarnya. Itu efek ketika kamu menjadi observer seperti itu.


Kemudian saya sambungkan kepada kenapa anda hidup dan seterusnya. Yang saya garis bawahi adalah, jawaban saya dari sudut pandang yang saya pahami, dari rumah pemahaman saya, pasti belum sangat tepat, pasti belum benar, tapi sebisa mungkin saya jawab dengan pemahaman saya.
Anugrah terbesar dalam hidup menurut saya adalah limitasi pengetahuan.
Contohnya gini
Bapakmu membayangkan kalau kamu menyapu rumah, kamu bakal dikasih uang sama bapak kamu. Kalau kamu tahu bakal dikasih uang, bekerjamu tidak tenanan (temenan), karena kamu tahu, bakal dikasih uang. Bayangannya adalah tentang duitnya, bukan tentang kerjanya. Tapi kalau bapakmu tidak memberitahu, kamu akan bekerja secara serius dan pergolakan dalam bekerja itu akan sangat banyak terjadi.
Salah satu komponen berharga dalam hidup adalah ketidaktahuan kita tentang apa yang kita cari, yang kita tuju dan seterusnya.
Observer adalah salah satu tahapan dimana kamu melihat dari sudut pandang yang lain.
Kalau kamu bicara kenapa kamu hidup, karena kamu butuh limitasi ketidaktahuan tersebut untuk bisa menghargai, untuk bisa memahami. Kalau pilihan kenapa anda hidup, itu karena anda hanya lupa saja alasan kenapa kamu hidup.
Dan jangan lupa,sebenarnya tujuan kita hidup di dunia ini adalah sebagai ujian. Kita bukan makhluk bumi yang berjuang mencari sorga. Kita adalah penduduk sorga yang sedang diuji sejenak di dunia. – penulis menambahkan sendiri
Tidak mungkin Tuhan otoriter, kalau kamu tidak mau lahir, maka tidak mungkin dilahirkan. Itu adalah permintaanmu sendiri, lahir sebagai anak siapa, lahir sebagai seperti apa, karena itu berhubungan dengan kurikulum apa yang harus anda pelajari dalam satu rentang hidup yang ini.
Melihatnya agak sederhana kok, coba dalam hidupmu, masalah apa yang kamu seringkali bertemu, banyak berulang itu pasti. Kalau kamu bisa mengatasi, 10 tahun lagi mbalik lagi permasalahan yang sama itu, pasti itu. Karena ada sebuah kurikulum, kamu lahir dalam sebuah kondisi tertentu yang kamu putuskan, yang kamu janjikan sama Tuhan, dalam kondisi kamu harus belajar sesuatu di situ.
Nah dalam perjalanan ketika kamu turun, kamu kemudian sampai tahap menemukan bahwa melihat semuanya Tuhan. Observer. Iki ngopo iki kok guyon koyo ngene iki. Opo kok jagat ora cetho koyo ngene iki, simulasi jogetan koyo ngene, nanti masuk ke pengabdian itu.
Karena pengabdian merupakan konsep penyatuan. Pengabdian merupakan melakukan apa yang disuruh oleh gusti Allah.
Kemudian apa yang perlu kamu lakukan sekarang. Itulah yang perlunya identitas.
Identitas bukanlah sandangan siapa kita, identitas adalah alat untuk kita berlaku menjadi apa. Berperan dalam jogetan ini. Kamu masih hidup lho, ketika kamu masih hidup, kamu masih punya peran, kamu masih punya PR apa yang harus kamu lakukan, apa yang perlu kamu lakukan pada orang di sekitarmu. Bagaimana atau apa yang kamu lakukan, keuntungan kamu menjadi seorang observer adalah kamu tahu persis posisimu dimana. Berlaku sebagai anak gimana, sebagai saudara gimana, sebagai anggota masyarakat gimana, dan berlaku sesuai itu.
Menurutku menegakkan sholat adalah itu, melakukan sholat adalah latihan kamu sebagai hamba Allah. Positioningnya seperti itu. Kalau menegakkan sholat setiap hari sebagai observer, kamu tahu posisi kamu dimana dan harus melakukan apa.
Seperti ketika kamu di jalan, kamu naik motor, tetapi tidak di tengah jalan, karena kamu tahu persis ini ada orang lain yang akan menggunakan jalan, sopannya seperti ini, akan memberi jalan kepada orang lain.
Setiap saat ketika kamu sadar kamu dalam posisi apa, kamu dalam konstelasi itu, kalau kamu ngomong kamu sebagai observer, jadi kamu tahu sekitarmu seperti apa. Dan kamu tahu persis dalam jaringan rantai ekosistem yang ada kamu hidup itu, kamu pada posisi mana dan pengabdianmu berlaku pada posisi itu.
Tapi jangan lupa, di dunia ini yang paling penting adalah beridentitas berperan. Jangan menganggap tidak merasakan apa-apa. Sedih butuh dirasakan, marah butuh dirasakan, rasa itu konektor utama kita kepada kenyataan, kepada realitas dan kepada tuhan. Sambungan utamanya rasa. Semua informasi yang kita dapatkan, yang kita ingat, pasti menimbulkan rasa. Kalau tidak menimbulkan rasa apa-apa, lupa. Bukan informasi yang kita dapatkan.
Kalau galau tidak masalah. Karena sedih, senang, marah, dan sebagainya, itu merupakan sebuah tools, alat untuk kita memahami, untuk kita berkaca kepada dunia. Kan tujuannya menemukan diri. Walaupun kamu observer, tapi kamu menemukan dirimu. Dirimu pada aktor atau sutradara. Observer itu sutradara, aktor adalah pelaku. Kamu harus bolak-balik antara aktor dengan sutradara. Kamu harus melakoni hablumminannash, kamu harus melakoni sambungan alam dan ke tuhanmu.
Apa yang akan kamu lakukan, temukan posisimu dalam lingkunganmu, dan berlaku sesuai dengan itu. Nanti belajar merasakan lagi, merasakan sedih, merasakan marah, merasakan itu semua. Tapi jika kamu sudah pernah merasakan posisi observer, semua perasaan itu tidak akan menggoyahkan dirimu yang sejati. Karena kamu tahu persis, bahwa itu hanyalah alat yang menghubungkanmu dengan kenyataan, dengan informasi yang sebenarnya. Alat untuk berkaca. Karena ketika kamu marah, pasti ada sebuah believe system yang belum beres. Ketika kamu sedih, pasti ada sesuatu yang belum beres dalam pemahamanmu. Dan itu PRnya tidak rampung dalam suatu saat, berjalan terus. Apa yang harus dilakukan, perjalanan, kalau kamu tidak mengerti juga sebenarnya kamu ngapain, coba nikmatilah, dirasakan putus asa semodar-modare.
Rekomendasi saya adalah mencari apa yang sejati, karena itu langkah yang penting. Kesadaran observer itu tadi, tapi jangan lupa kamu tetap harus menjadi aktor karena kamu masih hidup.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Menjadi Observer Sambil Menjadi Aktor"

Posting Komentar