Sekilas
Tentang Cekungan Air Tanah
Per Tanggal 9 Januari 2017 telah
disahkan Peraturan Menteri ESDM tentang Cekungan Air Tanah. Peraturan Menteri
tersebut tertuang dalam Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2017. Pasal 1 ayat (7) menyebutkan
bahwa Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologik, tempat semua kejadian hidrogeologik seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan Air Tanah berlangsung.
Pengertian Hidrogeologi (hidro-
berarti air, dan -geologi berarti ilmu mengenai batuan) merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari penyebaran dan pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak Bumi (umumnya dalam akuifer).
Daerah imbuhan air tanah adalah daerah
resapan air yang mampu menambah air tanah secara alamiah pada cekungan air
tanah.
Daerah lepasan air tanah adalah
daerah keluaran air tanah yang berlangsung secara alamiah pada cekungan air
tanah.
Kriteria Cekungan Air Tanah
disebutkan pada Pasal 8 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2008 Tentang Air Tanah. Cekungan air tanah ditetapkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut: a. mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh
kondisi geologis dan/atau kondisi hidraulik air tanah; b. mempunyai daerah
imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem pembentukan air tanah;
dan c. memiliki satu kesatuan sistem akuifer.
Contoh Cekungan Air
Tanah
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa
Sumber Daya Air termasuk di dalamnya Air Tanah dikelola secara menyeluruh,
terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan
kemanfaatan Air yang berkelanjutan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat (2) menyebutkan Air Tanah dikelola dengan prinsip keterpaduan dengan Air
Permukaan. Ayat (3) menyebutkan Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) didasarkan pada Cekungan Air Tanah.
Pasal 3 menyebutkan bahwa Cekungan
Air Tanah ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. mempunyai batas
hidrogeologik yang dikontrol oleh kondisi geologis dan/atau kondisi hidraulis
Air Tanah; b. mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan Air Tanah dalam satu
sistem pembentukan Air Tanah; dan c. memiliki satu kesatuan sistem akuifer.
Pasal 4 menyebutkan bahwa Cekungan
Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi: a. Cekungan Air Tanah
dalam wilayah provinsi; b. Cekungan Air Tanah lintas provinsi; dan c. Cekungan
Air Tanah lintas negara.
Pasal 5 menyebutkan bahwa Penetapan
Cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dituangkan dalam Daftar
Cekungan Air Tanah dan Peta Cekungan Air Tanah di Indonesia mengacu pada
Lampiran 1 dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 6 menyebutkan bahwa Cekungan
Air Tanah dijadikan acuan oleh Menteri dan gubernur sesuai dengan kewenangannya
dalam penetapan zona konservasi Air Tanah, pemakaian Air Tanah, pengusahaan Air
Tanah, dan pengendalian daya rusak Air Tanah.
Berdasarkan pemaparan tersebut,
diketahui bahwa air tanah tidak dapat diambil secara sembarangan. Air tanah
yang dapat diambil (dilakukan pengeboran) adalah air tanah yang masuk dalam
wilayah Cekungan Air Tanah (CAT).
Referensi :
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Nomor 2 tahun 2017 tentang Cekungan Air Tanah di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 Tentang
Air Tanah
https://id.wikipedia.org/wiki/Hidrogeologi (diakses tanggal 14 Mei
2017)
Belum ada tanggapan untuk "Sekilas Tentang Cekungan Air Tanah"
Posting Komentar