Membuat Ekosistem
Baru, dan Memulai Ekosistem Sendiri
Pada
salah satu acara Maiyah, Mas sabrang mengatakan bahwa dia mungkin punya hutang
bercerita. Karena ia (Sabrang) diomongkan Cak Nun berkali-kali bahwa Sabrang
mengatakan tidak ada jalan keluar untuk Indonesia.
Dan
Sabrangpun mulai bercerita terkait hal itu.
Ini
cuma cara berfikir saya, nanti ada hubungannya dengan presiden dan segala macam.
Ini
hanya jalan pikiran saya, dan saya berharap semoga saya salah, dan saya berdoa
semoga salah.
Saya
ilustrasikan dengan begini, ada 50 hektar padang rumput yang diatasnya ada
kambing sapi makan dengan rumputnya. Sapi kambing kemudian mengeluarkan kotoran
(BAB). Kotoran itu tadi jatuh di padang rumput dan menjadi pupuk untuk tanah
tersebut, rumputnya tambah subur nanti rumput tersebut akan dimakan lagi oleh
kambing sapi tersebut, berputar terus, itu namanya ekosistem.
Kalau
tiba-tiba setengah rumputnya kering, pasti kurang makan juga kambing sapi dan
segala macam. Itu akan berpengaruh lagi pada kotorannya yang berkurang.
Jadi
apapun yang terjadi pada rangkaian itu akan berpegaruh pada semuanya, itu
namanya ekosistem, lingkaran.
Saya
melihat kehidupan di dunia sebagai sebuah ekosistem juga, manusia itu sangat
adaptif, manusia itu sangat bisa beradaptasi dengan lingkungannya.
Dalam
kehidupan manusia, kita punya sistem ekonomi, kita punya kesenian, kita punya
budaya dan segala macam, itu merupakan sebagai bentuk ekosistem kita sebgai
seorang manusia.
Nah
sekarang dalam ekosistem itu, selalu ada yang membuat pagar, yang membuat
peraturan, yaitu pemerintah. Jadi kalau pagar-pagar ini dibuat dengan tidak
hati-hati, maka hasilnya lama-lama akan kering, dan lama-lama akan menurun.
Kalau
yang bikin pagar benar, dia akan menaikkan dan membuat yang didalam pagar akan
menjadi semakin baik. Kalau yang bikin pagar itu buruk, tidak memikirkan
ekosistem ini, yang ada didalam pagar ini akan semakin turun/kurang baik.
Saya
kasih contoh.
TV
Anda
tahu betapa pentingnya TV itu, anda tahu bahwa TV itu dilihat oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Dan kita tidak punya rule peraturan yang jelas tentang TV
itu.
Saya
sering diskusi dengan personel TV lokal banyak.
“Kok
kamu bikin acara ini sih?”
“Kok
kamu bikin acara ini sih?”
Jawabannya
hampir seragam, “yang laku itu, yang orang mau iklan yang itu, dan pemasukan dari
TV adalah iklan.”
Kita
lihatnya normal hal ini. Tapi jika yang bikin peraturan jelas, itu bisa
dihindari.
Kalau
di luar negeri begini, bahwa pemasukan TV yang bersifat nasional dan bisa
diakses siapa saja, pemasukannya tidak boleh lebih dari 30% hanya dari iklan,
sehingga TV bisa independen terhadap dirinya sendiri dalam menentukan
programnya.
Jadi
dia tidak tergantung pasar, karena itu dilihat oleh semua orang, dan TV ini
dasar budaya, dasar apa yang kita lihat dan “panutan”. Kalau kata salah satu
sutradara Mas Garin Nugroho berkata “TV itu karya sastra saat ini.”
Jika
itu dilihat dari anak kecil dan tanpa filter sama sekali, apa yang terjadi,
sekarang kita lihat TV, kalau ada pertanyaan apa syarat menjadi host TV?
Jawabannya
adalah banci, lebay, seksi.
Apakah
anda harus pinter ngomong nggak, harus punya konsep berbicara nggak?
TV
sekarang kan acara ngobrol dan guyon di warung kopi dipindah di TV, jadi tidak
ada standar lagi. Lah itu salah satu potongan peraturan yang seharusnya dapat
membuat ekosistem semakin naik, tetapi justru semakin turun karena tidak dibuat
pagar-pagar yang jelas.
Itu
contoh di TV
Sekarang
kita melihat, yang bikin pagar siapa?
Pemerintah
Pilihan
pemerintah itu gimana sih?
Kalau
anda ingin seorang pemimpin, kriteria pemimpin yang baik menurut anda itu yang
bagaimana?
Amanah?
Fathonah?
Adil,
punya visi, pinter dan segala macam ya.
Sekarang
kita lihat mekanisme pemilihan, yang ada, tidak ada bedanya dengan Indonesian
Idol, siapa paling terkenal, siapa paling kelihatan bagus, siapa paling
populer, masalahnya itu aja. Tidak jelas sebenarnya visi dia itu apa, membela
kepentingan rakyat, semua yang ngomong itu, itu kewajiban pemimpin, tidak perlu
dikatakan, tapi visimu apa. Menurut saya pemimpin yang sebenarnya, tidak
berangkat dari iklan-iklan yang menawarkan diri seperti itu. Pemimpin yang
sebenarnya datang dari dia melakukan sesuatu, orang-orang di sekitarnya punya
mimpi yang sama tapi tidak mampu melakukannya, dia menitipkan mimpinya ke orang
ini dan dia menudukung orang ini.
Orang
ini didukung orang disekitarnya bukan karena dia menawarkan diri, karena dia
bisa dititipi mimpi oleh para pendukungnya.
Itu
tidak pernah terjadi di sini, dan mekanismenya memang seperti itu. Tidak
memungkinkan untuk memilih pemimpin seperti itu.
Jika
yang bikin pagar sudah tidak bisa dipercaya, mekanisme pagar dari ekosistem
akan tidak jelas, dan kita akan lihat bareng-bareng.
Saya
kasih contoh lain misalnya……..
Apa
yang laku di Indonesia, biasanya jawabannya adalah trennya apa saat itu.
Trennya
saat itu apa, ya itu yang laku.
Itu
karena kita melihat contoh-contoh di TV, contoh-contoh produk cara berfikirnya
seperti itu.
Tapi
yang orang sering lupakan, ada dua cara agar sesuatu untuk laku.
Mengikuti
tren yang ada dan satu lagi membuat tren.
Contohnya
gampang banget, Mc Donald, yang tren di jogja itu gudeg, tapi Mc Donald datang
di jogja bukan jualan gudeg, tapi dia jualan produk dia, karena dia membuat
pasarnya sendiri.
Kita
selalu takut masuk area situ untuk laku, jadi yang ada adalah pengikut pengikut
pengikut terus, dan itu adalah budaya yang dibentuk berkat apa yang kita tonton
setiap hari.
Yang
kita tonton setiap hari dibuat oleh pagar yang tidak jelas, pagar yang tidak
jelas dibuat oleh pemimpin yang tidak jelas.
Berangkat
dari mana?
Itu
pertanyaan saya
Itu
kenapa kesimpulannya kemudian saya ngomong “kemana ini arahnya, orang ekosistem
aja dibuat tidak jelas gini.”
Satu
contoh lagi, misalnya berita. Berita harus ada peraturan, jangan lima berita
buruk terus. Ini tidak mengada-ada, cari, dinegara lain ada peraturan seperti
itu. Karena anda justru akan mempromosikan perbuatan buruk.
Lagi-lagi
begini jawabannya “tapi itu yang laku.”
Oke
kalau atas nama laku, di sekolah anda jualan buku pelajaran dan buku porno,
pasti laku buku porno.
Benar
tidak?
Tetapi
kalau disekolah kita berani membuat peraturan seperti itu, kenapa tidak di TV,
TV juga sekolahan, koran juga sekolahan, media juga sekolahan, kalau tidak ada
peraturan, semua bebas sebebas-bebasnya, yang terjadi adalah yang punya modal
besar yang mengatur anda semua.
Dari
belakang layar tanpa anda tahu.
Saya
hanya melihat satu jalan keluar disini, kita sedemikian rupa dari kecil sudah
ikut dalam sebuah ekosistem yang kita sendiri tidak paham bahwa itu tidak baik,
tidak ideal.
Kalau
generasi muda tidak bisa lepas dari itu dan memulai ekosistemnya sendiri, kita
pasti akan menuju kehancuran.
Tapi
tadi sudah menemukan jawabannya sewaktu Cak Nun bertanya, anda ingin menjadi
ksatria atau banyak uang tapi pengecut.
Tidak
ada yang menjawab tadi, padahal keberanian seperti itu yang dibutuhkan untuk
merubah Indonesia.
Ini
cerita ini, film, TV, buku, ada satu rumus yang membuat mereka laku biasanya,
yaitu menabrak tabu. Karena tabu itu membuat kita tergelitik dan tertawa. Kalau
ngomong kotor dikit saja, kita tertawa kan, karena itu ada tabu-tabunya
sedikit. Itu terhibur memang. Menggunakan tabu kekerasan dalam film, itu lebih
menarik memang, tabu seksual dalam film, itu lebih menarik, itu memang nature
manusia seperti itu.
Tapi
apakah kamu akan terus menabrak tabu, karena ketika tabu itu kamu tabrak terus
menerus yang jadi seperti ini. Tabu yang pertama bocor adalah ksatria itu.
Ketika kita tahu bahwa ksatria kalah melawan pengecut, kita menabrak tabu itu
dan yasudah kita menjadi pengecut. Kemudian mencuri sudah ditabrak tabunya,
tidak masalah sekarang mencuri itu, sudah normal sekarang, korupsi tidak
masalah, itu bukan tabu lagi, semua orang akan melakukannya jika punya
kesempatan.
Nah
saya tanya ini, kalau kamu ingin merubah Indonesia, berani tidak kamu merubah
semua ini. Membuat ekosistem baru sama sekali, lingkaran kecil, lingkaran
kecil, lingkaran kecil tapi benar-benar punya nilai yang dipegang, karena
jangan berharap pohon Mangga berubah menjadi pohon Nangka begitu saja, karena
itu harus dimulai dari biji dan saya harap Maiyah akan menjadi biji dari pohon
yang besar.
Belum ada tanggapan untuk "Membuat Ekosistem Baru, dan Memulai Ekosistem Sendiri"
Posting Komentar