Search

Sekilas Tentang Ketenagakerjaan (2)



Sekilas Tentang Ketenagakerjaan (2)


Pasal 86 menyebutkan bahwa Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Pasal 87 menyebutkan bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Pasal 88 menyebutkan bahwa Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 89 menyebutkan bahwa Upah minimum terdiri atas: a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Pasal 90 menyebutkan bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
Pasal 95 menyebutkan bahwa Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. Pasal 99 menyebutkan bahwa Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Bab XI tentang Hubungan Industrial yang terdiri dari delapan bagian, dimana Pasal 102 dan Pasal 103 merupakan Bagian Kesatu yaitu Umum; Pasal 104 merupakan Bagian Kedua yaitu Serikat Pekerja; Pasal 105 merupakan bagian Ketiga yaitu Organisasi Pengusaha; Pasal 106 merupakan bagian Keempat yaitu Lembaga Kerja Sama Bipartit; Pasal 107 merupakan Bagian Kelima yaitu Lembaga Kerja Sama Tripartit; Pasal 108 sampai Pasal 115 merupakan Bagian keenam yaitu Peraturan Perusahaan; Pasal 116 sampai Pasal 135 merupakan Bagian Ketujuh yaitu Perjanjian Kerja Sama; dan Pasal 136 sampai Pasal 149 merupakan bagian Kedelapan yaitu Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 103 menyebutkan bahwa Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana: a. serikat pekerja/serikat buruh; b. organisasi pengusaha; c. lembaga kerja sama bipartit; d. lembaga kerja sama tripartit; e. peraturan perusahaan; f. perjanjian kerja bersama; g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Pasal 104 menyebutkan bahwa Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 106 menyebutkan bahwa Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Pasal 107 menyebutkan bahwa Lembaga kerja sama tripartit memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyusunan kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.
Pasal 108 menyebutkan bahwa Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 116 menyebutkan bahwa Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Pasal 120 menjelaskan bahwa Dalam hal di satu perusahaan terdapat lebih dari 1 (satu) serikat pekerja/serikat buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh melakukan perundingan dengan pengusaha yang jumlah keanggotaannya lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, maka serikat pekerja/serikat buruh dapat melakukan koalisi sehingga tercapai jumlah lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut untuk mewakili dalam perundingan dengan pengusaha. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2) tidak terpenuhi, maka para serikat pekerja/serikat buruh membentuk tim perunding yang keanggotaannya ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah anggota masing-masing serikat pekerja/serikat buruh. Pasal 121 menyebutkan bahwa Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh dibuktikan dengan kartu tanda anggota.
Pasal 131 menyebutkan bahwa Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama. Pasal 136 menyebutkan bahwa Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
Pasal 137 menyebutkan bahwa Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Pasal 138 menyebutkan bahwa Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum. Pekerja/buruh yang diajak mogok kerja, dapat memenuhi atau tidak memenuhi ajakan tersebut.
Pasal 140 menyebutkan bahwa Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pasal 141 menyebutkan bahwa Sebelum dan selama mogok kerja berlangsung, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya pemogokan dengan mempertemukan dan merundingkannya dengan para pihak yang berselisih.
Pasal 143 menyebutkan bahwa Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai. Pasal 146 menyebutkan bahwa Penutupan perusahaan (lock out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan. Pasal 148 menyebutkan bahwa Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan. Pasal 149 menyebutkan bahwa Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal, dan jam penerimaan.
Bab XII tentang Pemutusan Hubungan Kerja yang terdiri dari Pasal 150 sampai Pasal 172. Pasal 150 meyebutkan bahwa Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pasal 151 menyebutkan bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Pasal 156 menyebutkan bahwa Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Pasal 159 menyebutkan bahwa Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja, pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 
Pasal 161 menyebutkan bahwa Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Pasal 162 menyebutkan bahwa Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). Pasal 168 menyebutkan bahwa Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.
Bab XIII tentang Pembinaan yang terdiri dari Pasal 173 sampai Pasal 175. Bab XIV tentang Pengawasan yang terdiri dari Pasal 176 sampai Pasal 181. Bab XV tentang Penyidikan yang terdiri dari Pasal 182. Bab XVI tentang Ketentuan Pidana Sanksi Administratif terdiri dari dua bagian, dimana Pasal 183 sampai Pasal 189 merupakan bagian Pertama yaitu Ketentuan Pidana; Pasal 190 merupakan Bagian Kedua yaitu Sanksi Administratif. Bab XVII tentang Ketentuan Peralihan yang terdiri dari Pasal 191. Bab XVIII tentang Ketentuan Penutup yang terdiri dari Pasal 192 dan Pasal 193.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sekilas Tentang Ketenagakerjaan (2)"

Posting Komentar