Search

Personalitas, Identitas, Hebat, Fakta dan Ilmu



Personalitas, Identitas, Hebat, Fakta dan Ilmu


Suatu acara maiyah, Mas Sabrang diberi pertanyaan oleh jamaah Maiyah “Apakah Mas Sabrang merasa terbebani jadi anaknya orang hebat?”
Dalam hidup ada yang namanya personalitas, ada yang namanya identitas.
Personalitas adalah hal-hal dari kita yang tidak dapat kita pilih. Rambut kriting, lahir wong jowo, anake sopo, duwur cendek, ireng putih, dan segala macam. Itu adalah personalitas yang kita dapat dari lahir, dan kita tidak punya usaha untuk mendapatkannya, dan kita tidak punya hak untuk memilihnya seperti apa.
Kalau ada alasan orang membanggakan itu (personalitas), itu tidak masuk akal dalam kepala saya. Kamu bangga karena ganteng, kamu tidak ikut urun apa-apa e, apa yang kamu banggakan disitu, itu cuma beruntung saja urusannya.
Saya (Sabrang) anaknya Cak Nun, bangga apanya? ini nasib e

……………………………..
Nanti itu hubungannya sama orang hebat. Hebat itu apa sih.
Bahwa dia didengarkan oleh orang banyak, bahwa dia pemimpin orang banyak. Hitler juga pemimpin orang banyak.
Bahwa ketika mati dia diantar oleh orang banyak, kanjeng nabi yang ngantar cuma orang enam.
Jadi definisi orang hebat itu saya tidak tahu apa.
Semua orang akan menemukan dirinya. Dia tahu personalitasnya, yang dibawa sejak lahir apa.
Setelah itu, dia menemukan identitasnya. Identitas adalah kumpulan kepercayaan dalam dirinya. Ketika kamu bisa bilang benar salah, pasti ada tolak ukurnya.
Sholat itu benar atau salah. Benar, itu karena kamu percaya islam, identitasmu adalah kepercayaan terhadap islam. Identitas adalah hal yang sepanjang dalam hidup kita, kita kumpulkan secara sadar atau tidak sadar.
Dan itu yang dipakai oleh industri juga, seperti pemutih wajah pemutih wajah pemutih wajah. Itu kan identitas yang dicekoki dalam diri kita bahwa muka putih lebih baik dari pada mukan hitam. Dan jadi industri besar. Rambut lurus, itu juga menjadi industri besar. Itu kan bagaimana dia mengendarai sebuah identitas. Sesuatu yang kita percayai, tapi kita tidak sadar bahwa kita mempercayai. Ketika orang sudah menemukan dirinya sendiri, dia akan lebih besar dari identitasnya, atau lebih besar dari personalitasnya.
Dia sudah tidak peduli, dia anaknya siapa, karena bukan itu yang penting,
Ketika dia sudah tahu bahwa identitas adalah sebagai baju sosial, ketika bertemu dengan orang yang prinsipnya berbeda, dia tidak akan menjelek-jelekkan. Karena dia tahu persis bahwa semua orang punya hak mengambil identitasnya.
Anake sopo itu juga tidak ada hubungannya juga menurut saya, jadi kenapa kamu biasa menganggap itu sebagai beban, karena kamu menganggap sebagai identitas yang diserap tanpa di sadari.
Wah bapakku hebat, dan saya percaya bahwa bapak saya hebat, jadi aku harus lebih hebat dari bapakku. Dan itu saya pastikan akan gagal.
Tidak ada orang yang bisa menjalani perjalanan orang lain, sehebat-hebatnya anaknya Michael Jackson, seusaha kerasnya dia untuk menjadi Michael Jackson, dia tidak akan pernah bisa menjadi seorang Michael Jackson, dan minimal sebutannya adalah Michael Jackson KW.
Sak hebat-hebate aku pengen dadi koyo bapakku, tetep aku mek dianggep anake Cak Nun. Karena itu perjalanan Cak Nun.
Semua orang punya perjalanannya sendiri, dan urusan hebat atau tidak itu tidak ada hubungannya dengan faktanya.
Hebat atau tidak itu hubungan dengan orang yang memandangnya.
……………………………
Ini saya akan membahas bedanya fakta dengan ilmu. Fakta dengan ilmu itu tidak bersambungan, saya kasih contoh begini.
Misalnya ada dua orang naik motor tabrakan, faktanya sama ya yang dialami dua orang itu. Tapi ilmunya bisa sangat berbeda. Yang mbonceng didepan ngomongnya oh saya mendapat cobaan dari tuhan, saya minta ampun. Yang dibonceng bilang oh ini tuhan tidak suka sama saya, oh ya sudah kita musuhan yo.
Itu fakta yang sama menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Jadi kalau anak ditanyai hebatnya bapak apa, dan anak tersebut tidak tahu, Itu bukan salahnya bapaknya yang tidak hebat, itu salahnya bapak yang mendidik anaknya sehingga tidak menemukan kehebatan bapaknya.
Apa maksudnya?
Karena anaknya tidak bisa mencari kehebatan bapaknya, karena kalau dia bisa melihat, dia pasti bisa menemukan kehebatan pada semua hal, mau orang edan, mau orang gila pasti ada titik hebatnya, karena ada suatu hal yang orang itu bisa dan orang lain tidak bisa, pasti itu.
Jadi kalau mau melihat, semua ini hebat, semua ini ilmu. Masalah terkenal atau tidak, itu urusannya cuma kebetulan. Masalah dia kaya atau tidak, bukan urusan hebatnya, dia tepat menjawab, pada kebutuhan masyarakat. Gitu aja
Jadi hebat itu bukan pada sosok disananya, tapi kemampuan kita melihat kehebatan orang lain. Kalau kita sudah terbiasa mencari kehebatan orang lain, mencari kehebatan benda-benda, mencari kehebatan alam, yang ada dalam dirinya adalah mensyukuri, karena dia mencari ilmu di sekitarnya.
Dan tidak akan melihat tinggi rendah, dan akan melihat perbedaan.
Saya kasih contoh lagi.
Ada gajah, orang yang satu menggambar dari depan, orang yang satu menggambar dari belakang, yang benar yang mana?
Dua-duanya benar, walaupun gambarnya sama sekali berbeda.
Yang bodoh yang mana?
Yang bodoh yang tidak mau melihat gambar temannya. Tidak paham?
Karena kalau dia hanya melihat gambarnya sendiri, dia hanya bisa melihat gajah dari satu sisi, kalau dia bersedia melihat gambar temannya, dia akan lebih lengkap melihat gajah.
Karena itulah kebenaran dan ilmu yang sejati.
Bukan adu gambar, bukan gambar yang benar itu ada belalainya, atau yang benar itu ada ekornya.
Tapi kamu belajar melihat kebenaran dia, belajar melihat kebenaran menggambar ekor, setelah itu kamu bisa melihat gambaran belalaimu, dan kamu akan melihat gambar yang lebih lengkap tentang kebenaran itu.
Anak yang benar pendidikannya akan melihat bapaknya hebat, akan melihat ibunya hebat, akan melihat kucing dirumahnya hebat, karena dia menemukan ilmu dari itu semua.
Ilmu adalah dari dirinya yang melihat, bukan dari faktanya.
Masalahnya kita tidak punya cukup cara pandang untuk melihat segala ilmu yang kita alami.
Dan itu yang menjadikan nikmatnya hidup.
………………………………..
Jika kamu ingin mendidik seorang anak. Jangan khawatir, didik saja, jangan berusaha untuk menjadi hebat dan diikuti, karena itu kejahatan orang tua untuk memaksa anaknya sehebat bapaknya. Karena anak ini punya perjalanan sendiri.
Jangan dipikir yang tidak sukses enterpreneurship, itu kalah hebat dari mereka yang kaya raya. Itu jebakan masa sekarang itu, karena yang dilihat cuma satu, kayanya, bukan modalnya. Dia tidak tahu prinsip yang dia pegang, tidak tahu keteguhan hidupnya, dia tidak tahu banyak hal macam-macam lah, makanya tolak ukur hebat tidak hebat itu menurut saya tidak usah dipakai terlalu primer, itu urusan nomer tiga nomer empat. Itu hanya sebuah tools dan alat untuk mencari ilmu, gitu aja.
Hidup ini bukan satu rumah tujuh kamar. Maksud saya begini, kalau kamu belajar fisika, maka tidak bisa masuk biologi, tidak bisa masuk kimia, tidak bisa masuk tasawuf, bukan gitu. Hidup ini satu rumah tujuh pintu, kamu masuk mau pintu fisika, pintu kimia, pintu matematika, ketika kamu sudah masuk rumah, maka semua ilmu berhubungan.
Masalahnya yang kita cari adalah sambungannya, bahwa kepastian dia tersambung, wes pasti iku.
Kesenangan kita dan kesempatan kita untuk mencari persambungannya itu yang harusnya bisa memotivasi hidup kita.


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Personalitas, Identitas, Hebat, Fakta dan Ilmu"

Posting Komentar