Konsep
Kesengsaraan dalam Kehidupan
Acara maiyah kali ini bertopik yang
sangsai yang tergadai. Pembicaranya adalah mas Sabrang Mowo Damar Panuluh. Sebenarnya,
saya tidak seberapa yakin, pemberian judul kali ini sudah benar. Karena teori
yang saya pahami dalam materi kali ini adalah konsep kesengsaraan dalam
kehidupan.
Kita langsung mulai saja tentang hasil perkataan Mas Sabrang pada
acara pada hari itu.
Sengsara
Apakah banyak hutang?
Pendapat saya, orang sengsara karena punya banyak hutang itu, bukan
sengsara karena hutangnya banyak, tetapi merasa sengsara karena ditagih terus
hutangnya oleh si pemberi hutang. Itu yang membuatnya sengsara.
Kemudian, definisi sengsara karena kita tidak punya uang?
Pertanyaannya adalah bayangkan ketika zaman dulu tidak ada duit.
Ketika zaman tidak ada duit, ketika masih menggunakan prinsip barter, Apakah tidak
ada orang yang merasa sengsara?
Menurut saya kok ada ya
Berarti definisi sengsara tidak pada urusan uang ya
Okelah, kalau begitu kita gali lagi definisi pasti apa itu
kesengsaraan…..
Kita mendeteksinya pada sebuah keadaan di luar atau sebuah respon
yang kita rasakan di dalam…
Coba dipikir, ada orang yang uangnya sangat banyak, yang bisa beli
apa saja, apa mereka tidak pernah merasakan kesengsaraan?
Seperti ketika seorang pengusaha mengatakan bahwa pesawatku tinggal
12, karena yang satunya sudah dia jual.
Bagi orang kaya, hal itu merupakan sebuah bentuk kesengsaraan. Tetapi,
bagi orang menengah ke bawah, mendengarkan hal ini pun dapat mengakibatkan perasaan
dongkol.
Berarti kan dapat dikatakan bahwa sengsara itu relatif. Bisa
menimpa siapa saja, entah miskin entah kaya.
Tetapi yang dimaksud sengsara yang kita bahas di sini adalah ada
sebuah titik ukur standar, di mana ada yang ditindas dan ada yang menindas. Nah
itu merupakan titik kesengsaraan dalam komunal.
Kesengsaraan yang akan kita bahas saat ini hanya kesengsaraan
komunal.
…………………………………….
Saya cerita ini dulu
Lebah
Saya tadi teringat ceritanya habib tentang kok dimana-mana
pendatang lebih kuat ya?
Ada sebuah pertanyaan bahwa kenapa dimana-mana, pendatang itu yang
lebih kuat dari pada makhluk hidup endemik?
Ada cerita sedikit.
Ada tawon (hornet), yang merupakan masih satu spesies dengan lebah
namun dia merupakan hewan yang memakan lebah.
Hornet merupakan pembunuh lebah.
Di seluruh dunia, yang bisa melawan hornet adalah lebah dari
jepang.
Lebah dari Jepang berhasil menemukan cara untuk bisa mengalahkan si
hornet. Dia tahu bahwa ketahanan panasnya hornet dan lebah itu lebih tinggi
lebah. Kemudian si lebah madu melawan si hornet bukan dengan gigit menggigit,
tetapi melawannya dengan di keroyok. Lebah madu kemudian menyerang hornet
dengan bergesekan satu sama lain sampai panasnya tinggi kemudian hornetnya
mati. Dengan cara itu lebah jepang dapat bertahan hidup.
Hanya lebah dari Jepang yang menemukan cara seperti itu, dan lebah
lain di seluruh dunia tidak menemukan cara seperti itu.
Dan hornet ini kemudian dibawa suatu hari ke amerika.
Lebah madu lokal di amerika tidak tahu cara melawan hornet, dan
strategi perang lebah madu amerika lemah. Ketika dimasuki hornet yang memang
pengalaman pertarungannya tinggi, lama kelamaan lebah madu akan habis semua
karena tidak bisa melawan lagi.
Contoh lain adalah dingo, atau anjing australia. Ada teori
mengatakan bahwa dingo itu sebenarnya dibawa oleh seseorang ke australia melalui
kapal. Sampai anjing aslinya punah, karena kalah bersaing dengan dingo itu
(anjing pendatang). Dingo itu bisa menang karena daya tahan mereka lebih tinggi
dari pada anjing endemik di australia.
Pengertian endemik merupakan makhluk hidup yang asli berada di
daerah tersebut.
Karena makhluk hidup ini asli di daerah tersebut, maka mereka
menemukan keseimbangannya. Dalam keseimbangan, pertarungannya tidak akan
tinggi. Dia akan mencoba membangun sesuatu yang lain, karena dia sudah mencapai
keseimbangan. Keseimbangan di satu daerah dengan keseimbangan di daerah yang
lain itu berbeda. Di tempat keseimbangan yang tingkat tarungnya tinggi, dia
akan punya daya tarung dan strategi tarung yang luar biasa lebih kuat dari pada
yang sudah merasa nyaman.
Kemudian coba kita bandingkan dengan kondisi saat ini.
Tetapi sebelum itu kita coba menggali peradaban kita.
Saya mencari kata musuh dalam bahasa jawa itu tidak ada.
Musuh dalam bahasa jawa kawi itu tidak ada
Jadi konsep musuh dalam peradaban jawa itu tidak ada. Konsep satru,
konsep bertarung boleh, tetapi tidak bermusuhan seumur hidup. Itu memang harus bertarung,
seperti petarung tinju di ring. Dia bertarung tetapi tidak bermusuhan lho.
Tahu bedanya ya
Ada saatnya bertarung, ada saatnya bermusuhan.
Kita tidak mengenal bermusuhan, maka dari itu ketika diajak bertarung,
kita agak bingung.
Maka dari itu “tinggi peradaban” juga membuka
kelemahan-kelemahannya.
Kita tidak pernah menggali local wisdom kita.
Ada sebuah pertanyaan
Kenapa kita susah bangkit?
Kalau kita ingin bangkit maka kita harus memiliki ilusi paling
dasar dari kebangkitan.
Kenapa, karena lapangan perangnya sudah ditentukan oleh mereka.
Sistem ekonomi kita mengikuti cara internasional, bahkan cara akuntansi
saja yang mengatur adalah IMF.
Kita percaya pada ilusi bahwa yang membuat pekerjaan adalah
sekolah.
Sekolah sama dengan kepandaian. Padahal, sekarang krisis yang
namanya mahasiswa. Terlalu banyak mahasiswa dari pada pekerjaan yang terbuka.
Sekarang di Indonesia belum seberapa terlihat permasalahan ini, tetapi di
negara maju sudah mulai muncul masalah ini. Lapangan pekerjaan tambah sedikit
karena sudah diganti robot. Pemerintah di negara maju sudah mulai bingung
bagaimana untuk memajaki robot, karena robot tidak perlu di bayar. Dan jika
tidak dibayar, maka perusahaan tidak bisa dipajaki. Kalau tidak ada pajak, maka
tidak ada income untuk negara. Mereka menemukan masalah yang di negara ini belum
mendapatkan masalah itu, padahal kita ikut skema mereka. Selamanya jika kita
ikut lapangan perang itu, maka kita tidak akan bisa bangkit, kalau kita tidak
punya hipotesis sendiri terhadap peradaban kita.
……..……………………………….
Kita terlalu sibuk dengan hal-hal kecil tanpa berpikir yang
fundamental. Contohnya mengantri masuk loket saja masih merupakan masalah kok.
Saya punya usul bahwa kelas satu sampai kelas tiga Sekolah Dasar itu
jangan pelajaran pengetahuan. Kalau kamu berbicara pendidikan karakter ketika dewasa,
maka efektifitas itu akan sedikit. Kamu bangun karakter itu ketika kecil. Yang
dipalajari apa, yang dipelajari adalah yang paling banyak digunakan dalam
kehidupannya. Apa yang paling banyak digunakan dalam kehidupannya, silaturahmi,
ketemu orang, bertemu orang tua, gimana caranya beretika, bagaimana caranya
bergaul, menghargai orang lain, menggunakan indra, tahu bahwa apapun yang kamu
lakukan akan berefek pada orang lain. Itu dulu, dan itu akan terefleksi pada
apa yang akan engkau lakukan.
…………………………………………
Masalah kita sangat kompleks. Bukan hanya kelupaan kita terhadap
sejarah kita. Jangan lupa, seribu tahun lebih peradaban kita berdiri. Itu pasti
punya hipotesis-hipotesis tentang peradaban yang sudah terbukti. Ada sangat
banyak yang bisa diambil.
Saya tidak bilang 100% yang akan di copy, buta-buta gitu di copy.
Tidak seperti itu.
Karena ada perubahan zaman, perubahan teknologi, perubahan sosial,
perubahan cara berinteraksi. Itu harus diterjemahkan ke keadaan yang sekarang.
Tapi galih-galih hakikat yang sudah terbukti, itu pasti ada.
Dan kita tidak mungkin gedung kita akan tinggi kalau kita tidak
berakar fondasi pada fondasi kita sendiri.
…………………………………….
Kenapa kita sengsara?
Karena kita menggadaikan isi kepala kita. Kita tidak dengan sadar
menggadaikan, tapi semua yang kita percayai sebagai benar dan salah, itu tidak
daulat dari yang kita punya. Kita kadang lupa juga memikirkan benar dan salah.
Semua benar salah itu berasal dari sistem kepercayaan yang kamu
pegang. Tidak ada kata benar, tidak ada kata salah kalau kamu tidak punya
believe system yang menjadi titik timbangannya.
Contohnya seperti ini, makan babi itu salah benar?
Bagi kita makan babi merupakan hal yang salah, karena kita orang
islam. Bagi orang bukan islam, makan babi bukan merupakan sebuah kesalahan.
………………………………..
Habib Anis tadi bilang seperti ini, kita lupa yang didalam, kita
selalu sibuk dengan yang diluar, tidak tau yang diluar ngambilnya dari mana,
pokoknya kita adopsi saja.
Saya punya teori seperti ini.
Kalau kita sering bilang yang diluar dan yang didalam, itu kan
selalu ada batas.
Biar kita tahu mana luar mana dalam.
Contoh, di luar rumah, batasnya adalah pagar rumah.
Jadi semua luar dan semua dalam, pasti ada batas.
Oke, sekarang kita identifikasi didalam diri, mana luar mana dalam.
Menurut saya, yang diluar merupakan segala sesuatu yang kita tidak
bawa dari lahir, kita harus mengumpulkan sepanjang hidup kita. Contohnya
seperti uang, kita mengumpulkan harta, yang tadinya bukan milikmu, menjadi
milikmu. Kamu membelinya, menukarnya sesuatu menjadi milikmu. Itu diluar,
karena kamu harus mengumpulkan.
Contoh lagi badan. Kebanyakan kita berpikir bahwa badan merupakan
sesuatu yang kita bawa sejak lahir. Tapi badan ini tumbuh menjadi besar. Untuk
tumbuh menjadi besar, badan memerlukan nutrisi, seperti tempe, nasi, dan
lain-lain. Jadi badan merupakan hal yang diluar.
Bahasa di luar atau di dalam ?
Bahasa juga di luar karena kamu harus belajar mengumpulkan
Semua pikiranmu itu diluar atau di dalam?
Semua pikiran kita itu diluar kan, karena kita harus belajar,
mengumpulkan informasi, membuat narasi, membuat retorika, membuat logika,
menyambung sebab akibat, membangun rumah pemahaman dan sebagainya.
Oke, kemudian pertanyaannya adalah yang didalam itu apa sekarang?
Hartamu bukan, badanmu bukan, pikiranmu bukan, bahasamu bukan.
Jawabannya adalah nyawa.
Nyawa itu sebelah mana, roh itu sebelah mana, tidak ada yang tahu. Maka
dari itu nyawa berada di dalam.
Maka seperti yang habib Anis katakan, kita lupa dengan yang
didalam, karena kita terlalu sibuk dengan yang diluar.
Padahal sengsara itu merupakan hal yang diluar, terbentuk dari
pikiranmu sendiri. Maka dari itu, jangan terlalu fokus pada apa yang berada di
luar. (ini merupakan tambahan dari penulis)
Dan kesimpulannya adalah………..
Di selain itu semua, jangan lupa bahwa kamu itu hidup lho…
Kamu hidup dalam dirimu, sesepi dirimu kamu masih hidup,
semenderita dirimu kamu tetap hidup.
Jadi, apapun di dunia, apapun yang kamu alami, itu adalah ekspresi
dari kehidupan.
Yang namanya bersyukur dan bersabar akan otomatis manakala dalam
setiap langkahmu yang kamu sadari adalah bahwa kamu masih hidup.
Seperti membenarkan, bangkit, reformasi, menata, itu hanya
merupakan ubo rampe (pelengkap) dari hidup. Bagaimana semakin banyak hidup yang
bisa terjaga, bagaimana semakin banyak ekspresi dari tuhan yang bisa hidup
lebih lama, maka hidup itu Cuma urup (menyala). Sehingga kesengsaraan tidak
lagi dilihat sebagai penderitaan. Sengsara tidak masalah, asal itu ekspresi
dari hidup, tapi bukan memadamkan api kehidupan, tapi menghidupkan api hidupmu.
Jangan lupa kita mencari fundamental ke dalamnya, jangan lupa pilah
logika, selalu mempertanyakan kepada diri, apakah ini yang sejati ataukah ini
bukan. Dan selalu ingat pada akhirnya, apapun yang kamu jalankan, kamu fikirkan,
kamu usahakan, kamu sedihkan, itu adalah ekspresi hidup, dan hidup adalah
hadiah yang luar biasa dari tuhan.
makasih kang, sudah menuliskan kedalam tulisan dari percakapan gus sabrang
BalasHapus