Sekilas Tentang
Ketenagalistrikan
Kali ini saya akan coba meresume apa yang ada di
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Undang-undang ini terdiri dari 58 Pasal.
Bab I tentang Ketentuan Umum terdiri dari Pasal 1. Menjelaskan
beberapa definisi yang nantinya terdapat pada undang-undang ini. Seperti Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang
menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang
tenaga listrik. Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang
dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan,
tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau
isyarat.
Bab II tentang Asas dan Tujuan terdiri dari Pasal 2. Pembangunan
Ketenagalistrikan menganut sembilan asas. Bab III tentang Penguasaan dan Pengusahaan
terdiri dari Pasal 3 dan Pasal 4. Dimana Pasal 3 tentang Penguasaan, dan Pasal
4 tentang Pengusahaan. BAB IV tentang Kewenangan Pengelola yang terdiri dari
Pasal 5. BAB V tentang Pemanfaatan Sumber Energi Primer yang terdiri dari Pasal
6. BAB VI tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan yang terdiri dari Pasal 7.
BAB VII tentang Usaha Ketenagalistrikan yang terdiri dari
tiga bagian. Bagian Kesatu tentang umum terdiri dari Pasal 8, bagian kedua tentang
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang terdiri dari Pasal 9 sampai Pasal 14, dan
bagian ketiga tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang terdiri dari Pasal 15
sampai Pasal 17.
Pasal 8 menerangkan bahwa Usaha ketenagalistrikan mencakup
usaha penyediaan tenaga listrik, dan usaha penunjang tenaga listrik. Pasal 9
tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Usaha penyediaan terdiri atas usaha
penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan sendiri. Pasal 10 dan Pasal 11 menjabarkan tentang
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Pasal 12 dan Pasal 13
menjabarkan tentang usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. Pasal
14 menyampaikan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 9 sampai Pasal 13 diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik
terdiri atas usaha jasa penunjang tenaga listrik; dan usaha industri penunjang
tenaga listrik. Pasal 16 penjabaran tentang usaha jasa penunjang tenaga
listrik. Pasal 17 penjabaran tentang usaha industri penunjang tenaga listrik.
BAB VIII tentang Perizinan yang terdiri dari lima bagian. Bagian
Kesatu tentang umum terdiri dari Pasal 18. Bagian Kedua tentang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik dan Izin Operasi yang terdiri dari Pasal 19 sampai
Pasal 24. Bagian Ketiga tentang Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang terdiri
dari Pasal 25 dan Pasal 26. Bagian Keempat tentang Hak dan kewajiban pemegang
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang terdiri dari Pasal 27 dan Pasal 28. Bagian
Kelima tentang Hak dan Kewajiban yang terdiri dari Pasal 29.
Pasal 18 menjelaskan bahwa Usaha penyediaan tenaga listrik
dan usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dilaksanakan setelah mendapatkan izin usaha. Pasal 19 menjabarkan tentang Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan Izin Operasi. Pasal 20 berisi bahwa izin
usaha penyediaan tenaga listrik ditetapkan sesuai dengan jenis usahanya. Pasal
21 berisi bahwa pemerintah dapat menetapkan izin usaha penyediaan tenaga
listrik. Pasal 22 menjelaskan bahwa izin operasi diwajibkan untuk pembangkit
tenaga listrik dengan kapasitas tertentu yang diatur dengan peraturan menteri.
Pasal 23 menjelaskan lebih lanjut tentang izin operasi, seperti pemegang izin
operasi dapat menjual kelebihan tenaga listrik untuk dimanfaatkan bagi
kepentingan umum setelah mendapat persetujuan dari pemerintah sesuai dengan
kewenangannya. Pasal 24 menjelaskan tentang ketentuan lebih lanjut diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27 ayat 1 menjelaskan bahwa pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik dalam melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) berhak untuk melintasi sungai atau
danau baik di atas maupun di bawah permukaan; melintasi laut baik di atas maupun
di bawah permukaan; melintasi jalan umum dan jalan kereta api; masuk ke tempat
umum atau perorangan dan menggunakannya.u ntuk sementara waktu; menggunakan
tanah dan melintas di atas atau di bawah tanah; melintas di atas atau di bawah
bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah; dan memotong danjatau
menebang tanaman yang menghalanginya.
BAB IX tentang Penggunaan Tanah yang terdiri dari Pasal 30
sampai Pasal 32. Pasal 30 ayat 1 menjelaskan bahwa Penggunaan tanah oleh
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk melaksanakan haknya
sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 27 dilakukan dengan memberikan ganti rugi hak
atas tanah atau kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, dan
tanaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X tentang Harga Jual, Sewa Jaringan, dan Tarif Tenaga
Listrik yang terdiri dari tiga bagian. Bagian Kesatu tentang Harga Jual Tenaga
Listrik dan Sewa Jaringan Tenaga Listrik yang terdiri dari Pasal 33. Bagian
Kedua tentang Tarif Tenaga Listrik yang terdiri dari Pasal 34 sampai 36. Bagian
Ketiga tentang Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara yang terdiri dari Pasal
37 sampai Pasal 41.
Pasal 34 ayat 1 menjelaskan bahwa Pemerintah sesuai dengan
kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Pasal 35 menjelaskan bahwa Pemegang
izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang menerapkan tarif tenaga listrik
untuk konsumen yang tidak sesuai dengan penetapan Pemerintah atau pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
BAB XI tentang Lingkungan Hidup dan Keteknikan yang terdiri
dari dua bagian. Bagian Kesatu tentang Lingkungan Hidup yang terdiri dari Pasal
42. Bagian Kedua tentang Keteknikan yang terdiri dari Pasal 43 sampai Pasal 45.
Pasal 42 menyebutkan bahwa setiap kegiatan usaha
ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan
pemndang- undangan di bidang lingkungan hidup. Pasal 44 ayat 1 menyebutkan
bahwa setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan. Pasal 44 ayat 2 menyebutkan bahwa Ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pnda ayat (1) bertujuan
untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi; aman dari bahaya bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya; dan rarnah lingkungan. Pasal 44 ayat 3
menyebutkan bahwa Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaat tenaga
listrik; pengamanan instalasi tenaga listrik; dan pengamanan pemanfaat tenaga
listrik. Pasal 44 ayat 7 menyebutkan bahwa Ketentuan mengenai keselamatan
ketenagalistrikan, sertifikat laik operasi, standar nasional Indonesia, dan
sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII tentang Pembinaan dan Pengawasan terdiri dari Pasal
46. BAB XIII tentang Penyidikan terdiri dari Pasal 47. BAB XIV tentang Sanksi
Administratif terdiri dari Pasal 48. BAB XV tentang Ketentuan Pidana terdiri
dari Pasal 49 sampai Pasal 55. BAB XVI tentang Ketentuan Peralihan terdiri dari
Pasal 56. BAB XVII tentang Ketentuan Penutup terdiri dari Pasal 57 dan Pasal 58.
Belum ada tanggapan untuk "Sekilas Tentang Ketenagalistrikan"
Posting Komentar