Psikososial
oleh Erik Erikson (2)
4. Industri (kompetensi) vs rendah diri
Kompetensi versus inferioritas adalah tahap keempat dari teori perkembangan
psikososial Erik Erikson. Panggung terjadi pada masa kanak-kanak antara usia
lima dan dua belas tahun.
Anak-anak berada pada tahap di mana mereka
akan belajar membaca dan menulis, melakukan penjumlahan, melakukan sesuatu sendiri. Guru mulai
mengambil peran penting dalam kehidupan anak saat mereka mengajarkan
keterampilan spesifik pada anak.
Pada tahap inilah kelompok teman sebaya akan
semakin penting dan akan menjadi sumber utama harga diri anak tersebut. Anak
sekarang merasa perlu untuk mendapatkan persetujuan dengan menunjukkan
kompetensi spesifik yang dihargai oleh masyarakat dan mulai mengembangkan rasa bangga
atas prestasi mereka.
Jika anak didorong dan diperkuat terhadap inisiatif mereka, mereka mulai merasa rajin dan merasa percaya diri dengan
kemampuan mereka untuk mencapai tujuan. Jika inisiatif ini tidak dianjurkan,
jika dibatasi oleh orang tua atau guru, maka anak mulai merasa minder,
meragukan kemampuannya sendiri dan akibatnya mungkin tidak mencapai potensinya.
Jika anak tidak dapat mengembangkan
keterampilan spesifik yang mereka rasa masyarakat menuntut (misalnya bersikap
atletis), maka mereka mungkin akan mengembangkan rasa rendah diri. Beberapa kegagalan
mungkin diperlukan agar anak bisa mengembangkan kerendahan hati. Sekali
lagi, keseimbangan antara kompetensi dan kesopanan diperlukan. Sukses di tahap
ini akan mengarah pada kebajikan kompetensi.
5. Identitas vs Peranan Kebingungan
Tahap kelima adalah identitas vs kebingungan
peran, dan itu terjadi selama masa remaja, dari sekitar 12-18 tahun. Selama
tahap ini, remaja mencari rasa identitas diri dan pribadi, melalui eksplorasi
nilai-nilai pribadi, kepercayaan dan tujuan yang intens.
Pikiran remaja pada dasarnya adalah pikiran
atau moratorium, tahap psikososial antara anak-anak dan dewasa, dan antara
moralitas yang dipelajari oleh anak, dan etika yang akan dikembangkan oleh
orang dewasa. (Erikson, 1963, hal 245)
Selama masa remaja, transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa adalah yang terpenting. Anak menjadi lebih mandiri,
dan mulai melihat masa depan dalam hal karir, hubungan, keluarga, perumahan,
dll. Individu ingin terlibat dalam masyarakat.
Ini adalah tahap utama perkembangan dimana
anak harus mempelajari peran yang akan dia tempati sebagai orang dewasa.
Pada tahap inilah remaja akan memeriksa kembali identitasnya dan mencoba untuk
mengetahui dengan pasti siapa dirinya. Erikson mengemukakan bahwa dua
identitas terlibat: seksual dan pekerjaan.
Menurut Bee (1992), apa yang harus terjadi
pada akhir tahap ini adalah "perasaan diri yang reintegrasi, tentang apa
yang ingin dilakukan atau menjadi, dan peran seks yang sesuai seseorang".
Selama tahap ini citra tubuh remaja berubah.
Erikson mengklaim bahwa remaja mungkin merasa
tidak nyaman dengan tubuh mereka untuk sementara waktu sampai mereka dapat
beradaptasi dan "tumbuh menjadi" berubah. Sukses di tahap ini akan
mengarah pada kebajikan kesetiaan.
Kesetiaan melibatkan kemampuan untuk melakukan
kehendak seseorang kepada orang lain berdasarkan penerimaan orang lain, bahkan
bila mungkin ada perbedaan ideologis.
Selama periode ini, mereka mengeksplorasi
kemungkinan dan mulai membentuk identitas mereka sendiri berdasarkan hasil penjelajahan
mereka. Gagal membangun rasa identitas di dalam masyarakat ("Saya tidak
tahu apa yang saya inginkan saat saya dewasa") dapat menyebabkan kebingungan
peran. Kebingungan peran melibatkan individu yang tidak yakin tentang diri
mereka atau tempat mereka di masyarakat.
Sebagai tanggapan atas kebingungan peran atau
krisis identitas, seorang remaja mungkin mulai bereksperimen dengan gaya hidup
yang berbeda (mis., Kerja, pendidikan atau kegiatan politik). Juga menekan
seseorang menjadi sebuah identitas bisa mengakibatkan pemberontakan
dalam bentuk pembentukan identitas negatif, dan selain perasaan tidak bahagia
ini.
6. Keintiman vs Isolasi
Terjadi pada usia dewasa muda (usia 18 sampai
40 tahun), kita mulai berbagi lebih erat dengan orang lain. Mulai mengeksplorasi hubungan yang mengarah pada komitmen jangka panjang dengan
orang lain selain anggota keluarga.
Keberhasilan menyelesaikan tahap ini dapat
menghasilkan hubungan yang bahagia dan rasa komitmen, keamanan, dan perawatan
dalam suatu hubungan. Menghindari keintiman, takut terhadap komitmen dan hubungan bisa mengakibatkan terisolasi, kesepian, dan
terkadang depresi. Sukses di tahap ini akan mengarah pada kebajikan cinta.
7. Generativitas vs. Stagnasi
Selama masa dewasa menengah (usia 40 sampai 65
tahun), kita membangun karir kita, menetap dalam suatu hubungan, memulai
keluarga kita sendiri dan mengembangkan rasa menjadi bagian dari gambaran yang
lebih besar.
Kami memberi kembali pada masyarakat melalui membesarkan anak-anak kita, menjadi produktif di tempat
kerja, dan terlibat dalam kegiatan dan organisasi masyarakat.
Dengan gagal mencapai tujuan ini, kita menjadi
stagnan dan merasa tidak produktif. Sukses di tahap ini akan mengarah pada
kebajikan perawatan.
8. Ego Integrity vs. Keputusasaan
Seiring bertambahnya usia (65+ tahun) dan menjadi warga lanjut usia, kita
cenderung memperlambat produktivitas dan mengeksplorasi kehidupan sebagai
pensiunan. Pada saat inilah kita merenungkan prestasi kita dan bisa mengembangkan
integritas jika kita melihat diri kita sebagai pemimpin kehidupan yang
sukses.
Erik Erikson percaya jika kita melihat hidup
kita tidak produktif, merasa bersalah tentang masa lalu kita, atau merasa bahwa
kita tidak mencapai tujuan hidup kita, kita menjadi tidak puas dengan kehidupan
dan mengembangkan keputusasaan, yang seringkali menyebabkan depresi dan
keputusasaan.
Sukses di tahap ini akan mengarah pada
kebajikan kebijaksanaan. Kebijaksanaan memungkinkan seseorang untuk
melihat kembali kehidupan mereka dengan rasa penutupan dan kelengkapan, dan
juga menerima kematian tanpa rasa takut.
Evaluasi Kritis
Teori Erikson memiliki validitas yang baik.
Banyak orang menemukan bahwa mereka dapat berhubungan dengan teorinya, tentang berbagai tahap siklus hidup melalui pengalaman mereka sendiri.
Namun, Erikson agak kabur tentang penyebab
perkembangannya. Pengalaman seperti apa yang harus dimiliki seseorang untuk
berhasil menyelesaikan berbagai konflik psikososial dan berpindah dari satu
tahap ke tahap lainnya? Teori tersebut tidak memiliki mekanisme universal
untuk resolusi krisis.
Memang, Erikson (1964) mengakui teorinya lebih
merupakan gambaran deskriptif tentang perkembangan sosial dan emosional manusia
yang tidak cukup menjelaskan bagaimana atau mengapa perkembangan ini terjadi.
Misalnya, Erikson tidak secara eksplisit menjelaskan bagaimana hasil dari satu
tahap psikososial mempengaruhi kepribadian pada tahap selanjutnya.
Namun, Erikson menekankan karyanya adalah
'alat untuk berpikir dan bukan analisis faktual'. Tujuannya kemudian adalah
menyediakan kerangka kerja di mana pengembangan dapat dilakukan dan dapat diuji.
Salah satu kekuatan teori Erikson adalah
kemampuannya untuk menggabungkan perkembangan psikososial penting selama sepanjang umur.
Referensi
:
Bee,
H. L. (1992). The developing child. London:
HarperCollins.
Erikson,
E. H. (Ed.). (1963). Youth: Change and challenge. Basic
books.
Erikson,
E. H. (1964). Insight and responsibility. New
York: Norton.
https://www.simplypsychology.org/Erik-Erikson.html
(diakses tanggal 23 September 2017)
Belum ada tanggapan untuk "Psikososial oleh Erik Erikson (2)"
Posting Komentar