Prinsip Pengelolaan Keuangan (2)
Ada sebuah hadits
Rasulullah SAW sebagai berikut : Dari Abu Hurairah RA, dari nabi SAW,
beliau bersabda, “ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah
lapang, lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara
tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat).
Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang
berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air
(dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang
berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang
berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah),
siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar
di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau
bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di
awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-.
Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kamu
berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan
keluargaku memakan daripadanya
sepertiganya, dan yang sepertiganya
kukembalikan ke sini (sebagai modal penanamannya)”. (HR. Muslim).
Dari hadits tersebut,
kita dapat membuat kesimpulan bahwa si Fulan membagi rejeki yang telah
diberikan oleh Tuhan menjadi tiga bagian yang sama rata. Sepertiga pertama
untuk keperluan sedekah, sepertiga kedua untuk kebutuhan sehari-hari, dan
sepertiga ketiga untuk digunakan sebagai modal usaha.
Yang penulis percayai
adalah bahwa hadits merupakan salah satu petunjuk dalam menjalani kehidupan di
dunia ini, sehingga Penulis mencoba untuk mengaitkan kesimpulan hadits tersebut
dengan artikel yang pernah Penulis tulis sebelumnya, yang berjudul Prinsip Pengelolaan Keuangan.
Berikut
merupakan konsep pengelolaan keuangan dengan studi kasus seorang pria
berkeluarga dengan gaji Rp 3.000.000 per bulan, istri seorang ibu rumah tangga,
dan diamanahi seorang anak.
1.
Sepertiga untuk bersedekah
Sepertiga
dari Rp 3.000.000 adalah sebesar Rp. 1.000.000. Nominal ini bisa dibagikan kepada
istri, anak, dan orangtua yang menjadi tanggungan kita; kerabat (yang fakir); anak
yatim (yang fakir); orang-orang miskin; tetangga dan teman sejawat; dan
musafir.
2.
Sepertiga untuk kebutuhan sehari-hari
Rp
1.000.000 selanjutnya, kita bagi-bagi pada beragam keperluan pokok. Keperluan tersebut seperti biaya
makan, biaya listrik, biaya air, biaya transportasi (bensin motor), dan biaya
belanja bulanan (sabun, pasta gigi, shampoo, minyak, gula, dll).
Kita mulai dari biaya listrik terlebih dahulu. Biaya listrik
sebesar Rp 140.000.
Biaya air, penulis alokasikan sebesar Rp 40.000 per bulan.
Biaya transportasi, penulis alokasikan sebesar Rp 260.000
per bulan.
Biaya belanja bulanan, penulis alokasikan sebesar Rp 160.000
per bulan.
Dari pengeluaran diatas, biaya pokok
yang dikeluarkan sudah sebesar Rp 600.000 per bulannya. Tersisa sebesar Rp 400.000
untuk alokasi biaya makan sejumlah tiga orang per bulannya.
3.
Sepertiga untuk modal usaha
Rp
1.000.000 terakhir, kita maksimalkan untuk keperluan modal usaha. Penulis
asumsikan pada saat ini, si kepala keluarga (ayah) sedang bekerja di suatu
perusahaan. Setiap sabtu minggu suami istri tersebut berjualan makanan di
pinggir jalan untuk merintis usaha. Hal itu dilakukannya bertahun-tahun
sehingga punya lebih banyak uang untuk modal usaha, sehingga bisa merambah
berbagai jenis usaha dan otomatis menambah rejeki keluarga itu tadi.
Memang
untuk mencapai tujuan tersebut, pasti terasa berat. Lebih berat dari cara pada
artikel yang Penulis buat sebelumnya. Tapi karena ini merupakan sebuah Hadits,
insyaallah cara ini merupakan salah satu cara yang baik untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Belum ada tanggapan untuk "Prinsip Pengelolaan Keuangan (2)"
Posting Komentar